Palangkaraya

Gelandangan dan Pengemis Menjamur di Palangka Raya, Faktor Kepadatan Penduduk dan Pembangunan Jadi Pemicu

Palangka Raya – Kota Palangka Raya masih diwarnai dengan keberadaan gelandangan dan pengemis (Gepeng) yang beraktivitas di berbagai sudut kota.

Modus mereka pun beragam, mulai dari menjadi badut jalanan, pengamen, hingga mengemis dengan berbagai tipu muslihat.

Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Palangka Raya, Riduan, mengungkapkan bahwa lonjakan jumlah Gepeng dipicu oleh peningkatan kepadatan penduduk dan pesatnya pembangunan di kota ini.

“Kebanyakan gepeng ini berasal dari luar Kota Palangka Raya,” katanya pada Senin (3/6/2024). Keberadaan mereka berdampak negatif, “terutama terhadap citra dan kenyamanan masyarakat,” tegasnya.

Riduan menyatakan bahwa Pemerintah Kota (Pemko) Palangka Raya, melalui dinas terkait terus melakukan berbagai upaya untuk menjaga ketertiban dan kenyamanan masyarakat, terutama melalui kebijakan atau program penanganan masalah gelandangan dan pengemis (gepeng).

Hal ini sejalan dengan Peraturan Daerah (Perda) Kota Palangka Raya Nomor 17 Tahun 2017 tentang Ketertiban Umum dan Perda Nomor 09 Tahun 2012 tentang Penanganan Gelandangan, Pengemis, Tuna Susila, dan Anak Jalanan.

“Mengatasi masalah gepeng tentu diperlukan pendekatan komprehensif yang dilakukan dengan cara berkolaborasi bersama organisasi pemerintah, non-pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat umum. Semuanya harus berjalan,” tukasnya.

Dilihat dari kolaborasi dengan organisasi pemerintah, maka tidak lepas dari peran Dinas Satpol PP selaku penegak perda. Kemudian Dinas Tenaga Kerja dalam hal pemberdayaan dan pembinaan.

“Seperti halnya ketika para gepeng yang terjaring razia oleh Satpol PP Palangka Raya, maka para gepeng itu langsung ditempatkan di rumah singgah di Jalan Poncowati Palangka Raya. Di sana para gepeng ini di edukasi serta dibina agar memiliki keterampilan sehingga bisa mandiri,” jelas Riduan.

Sedangkan dari sudut pandang kolaborasi dengan sektor swasta, maka ada banyak hal yang bisa dikerjasamakan. Terutama dalam pemberdayaan para gepeng yang berusia produktif.

Contohnya membuka ruang kerja pada usaha kuliner UMKM hingga jasa cleaning service pada ritel modern.

“Guna mendukung semua itu, maka masyarakat jangan memberikan bantuan secara langsung kepada gepeng. Dengan begitu tidak membiasakan mereka untuk hidup meminta-minta,” pungkas Riduan.(*)

Back to top button