Sungai Panaen Tercemar, Warga Mendesak PT BDA untuk Bertanggung Jawab
Muara Teweh – Akibat Sungai di Desanya tercemar, Warga Desa Panaen, Kecamatan Teweh Baru, Kabupaten Barito Utara, mendesak PT Batu Bara Dua Ribu Abadi (BDA), pemegang konsesi PKP2B, untuk segera mengembalikan kondisi Sungai Panaen.
Mereka menganggap air sungai tersebut telah berubah warna menjadi keruh dan berlumpur sejak aktivitas tambang PT BDA dimulai pada awal 2024.
Tokoh Masyarakat sekaligus mantan Kepala Desa Panaen, Hadini, menjelaskan bahwa perubahan ini telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat. Pasalnya, Sungai Panaen merupakan sumber kehidupan yang vital bagi mereka.
“Sekarang jadi berlumpur, keruh, dan airnya berubah warna dari bagian hulu hingga hilir sejak adanya aktivitas tambang. Bahkan ada warga kami yang mengalami gatal-gatal,” ungkap Hadini, Jumat (11/10/2024).
Hadini, bersama mantan kepala desa Murjani Tuah serta tokoh masyarakat lainnya seperti Moses dan Arjianto, mengadakan pertemuan dengan tokoh Dayak Tewoyan, Suria Baya, pada Jumat siang untuk membahas kondisi terkini di Desa Panaen.
Dalam pertemuan tersebut, mereka mengungkapkan keprihatinan mendalam terhadap dampak negatif aktivitas tambang PT Batu Bara Dua Ribu Abadi (BDA) terhadap Sungai Panaen.
Mereka menjelaskan bagaimana perubahan kualitas air sungai telah mengganggu kehidupan sehari-hari masyarakat, termasuk dampaknya terhadap kesehatan dan sumber daya alam lainnya.
“Yang kami minta agar kondisi Sungai Panaen dikembalikan seperti semula. Airnya dijernihkan, karena itu adalah sumber kehidupan kami,” tegas Hadini.
Sebelum itu pada bulan September, masyarakat adat Desa Panaen telah mengajukan protes terkait limbah yang mengalir ke Sungai Panaen akibat aktivitas tambang PT HPU/PT BDA.
Namun, setelah mediasi antara warga dan perusahaan, hingga saat ini belum ada solusi yang dihasilkan. Terlebih, PT BDA tampak mengabaikan aspirasi warga.
“Kami tidak menolak kehadiran perusahaan atau investor, tetapi kami berharap bisa merasakan manfaat dari investasi yang masuk. Masalahnya, kami hanya menerima dampak negatif. Kami minta dilibatkan dalam kegiatan lapangan, bukan hanya dalam program CSR dan pengelolaan lingkungan,” timpal Arjianto.
Tokoh Dayak Tewoyan, Suria Baya, menyarankan pihak perusahaan untuk merespons tuntutan warga dengan bijaksana dan penuh tanggung jawab.
“Permintaan warga agar kondisi air sungai dikembalikan seperti semula merupakan bentuk dari hukuman adat yang mencerminkan rasa keadilan dan keseimbangan dalam hubungan antara manusia dan alam. Ini bukan hanya tentang air yang bersih, tetapi juga tentang menghormati hak-hak masyarakat yang telah lama bergantung pada sumber daya alam ini,” beber dia.
Suria mengingatkan bahwa warga tidak ingin menghentikan pekerjaan tanpa alasan yang jelas, melainkan berharap agar perusahaan menyadari dampak dari operasionalnya terhadap kehidupan sehari-hari mereka.
“Jika perusahaan tidak menunjukkan tindakan nyata untuk memperbaiki situasi ini, warga akan merasa terpaksa untuk menghentikan pekerjaan di lokasi tambang sebagai bentuk protes,” tambahnya.
Ketika dikonfirmasi melalui WhatsApp, KTT PT Batu Bara Dua Ribu Abadi (BDA), Danu, belum memberikan tanggapan hingga pukul 14.00 WIB. Tidak adanya tanggapan dari pihak perusahaan menambah kekhawatiran warga mengenai seriusnya perhatian PT BDA terhadap masalah ini.(man)