
Pemilik Hak Ulayat Adat Tegaskan PT. NPR Wajib Bayar Lahan Kepada Pemilik Sah
Muara Teweh – Mida Saputra, mewakili keluarga besar pemilik hak ulayat adat, menyampaikan pemberitahuan atau himbauan kepada pihak manajemen PT. Nusa Persada Resources (NPR) terkait lahan yang diduga telah digarap, namun hingga kini belum mendapatkan ganti rugi atau tali asih dari perusahaan.
Dia menyampaikan bahwa, hak ulayat adat yang dimaksud selama ini telah dijaga dan dipelihara oleh pihaknya. Oleh karena itu, ia menghimbau agar PT. NPR tidak melakukan pembayaran ganti rugi lahan kepada pihak manapun selain kepada mereka, sebagai pemilik sah tanah adat yang telah dikelola secara turun-temurun.
“Himbauan ini kami sampaikan, karena saat ini di tanah yang kami miliki dan kelola, terdapat klaim dari pihak-pihak lain selain kami,” kata Mida Saputra dalam surat himbauannya.
Adapun dasar kepemilikan yaitu sebagai berikut:
- Surat pernyataan tertanggal 22 Oktober 2006 dengan nomor register 15/PMD-MP/XI/2006 yang ditandatangani oleh Bapak Peso selaku Pj. Kades Muara Pari.
- Surat keterangan Kades Muara Pari tertanggal 8 Oktober 2009 yang ditandatangani oleh Bapak Yosef Bajang selaku Kades Muara Pari.
- Surat keterangan Kepala Adat Desa Muara Pari tertanggal 20 Desember 2009 yang ditandatangani oleh Bapak Maras selaku Kepala Adat Desa Muara Pari.
- Berita acara pengukuran tertanggal 19 Oktober 2009 yang ditandatangani oleh Samiun selaku Ketua RT. 03 Desa Muara Pari.
- Mengacu pada pembaruan kepemilikan yang tidak mengesampingkan surat terdahulu tertanggal 25 Februari 2019 oleh Bapak Mukti Ali selaku Kades Muara Pari dan Bapak Hadriani selaku RT. 03 Desa Muara Pari, serta Bapak teratai selaku ketua adat.
- Surat keterangan Damang kepala adat Kecamatan Lahei tertanggal 06 Maret 2019.
Surat himbauan ini, ujar dia, sebagai pemberitahuan kepada pihak Polres Barito Utara untuk diketahui. Surat yang sama juga telah saya sampaikan kepada pihak Manajemen PT. NPR.
Sementara itu, Hj. Aisyah menyatakan bahwa, berdasarkan surat kuasa atas nama Mida Saputra, terkait surat pemberitahuan yang meminta PT. NPR untuk tidak melakukan pembayaran ganti rugi lahan di wilayah Desa Muara Pari tertanggal 28 April 2025, serta surat Pemdes Karendan tentang penghentian sementara kegiatan PT. NPR tertanggal 20 November 2024.
Kemudian, surat dari Pemdes Karendan dan Pemdes Muara Pari tentang penghentian kegiatan serta tuntutan ganti rugi/tali asih/hak kelola masyarakat kepada pihak PT. NPR tertanggal 24 November 2024, serta surat kesepakatan bersama antara PT. NPR dengan kelembagaan adat dan pemerintah Desa Karendan tertanggal 11 Desember 2024.
Selanjutnya, kata Hayatul Ridhayanni, surat pemberitahuan mengenai kepemilikan lahan/kebun/tanah kepada PT. NPR tertanggal 4 Februari 2025, serta pertemuan di Aula Anggrawina Jagarata Polres Barito Utara pada 28 Februari 2025, tidak membuahkan titik temu.
Hingga pada hari Sabtu, 26 April 2025, kami melakukan peninjauan lokasi dan menemukan bahwa lahan/kebun/tanah yang kami kelola diduga telah diserobot oleh pihak PT. NPR tanpa seizin dan sepengetahuan kami sebagai pemilik sah.
Selain itu, beredar isu bahwa Pemerintah Desa Karendan dan Pemerintah Desa Muara Pari telah menerima uang kompensasi di beberapa lokasi kami, tanpa seizin dan sepengetahuan kami sebagai pemilik sah, serta tanpa dasar hukum adat yang jelas.
“Berdasarkan hal tersebut dan isu yang beredar, kami sebagai pemilik hak kelola yang sah meminta kepada Bapak Kapolres Barito Utara untuk memanggil dan memproses secara hukum kedua kepala desa tersebut serta menindaklanjuti permasalahan yang kami alami,” timpal Mardi Siswoyo.(*)