NasionalEkonomi dan Bisnis

IHSG Diterjang Badai ‘Net Sell’ Asing Rp 906 Miliar! Jurus The Fed Bikin Pasar Gonjang-Ganjing?

Jakarta – Pasar saham Indonesia dibuat bergidik oleh aksi jual bersih (net sell) investor asing yang mencapai angka fantastis Rp 906,33 miliar hanya dalam satu hari perdagangan, Kamis (8/5/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun tak mampu menahan terjangan badai ini, terhempas 1,42% atau setara 98,47 poin, dan harus puas menutup hari di level 6.827,75.

Menurut C. Jiah Mario, seorang analis pasar modal, gelombang aksi jual asing ini dipicu oleh kombinasi faktor global yang semakin menegangkan. “Pelemahan IHSG kemarin adalah cerminan dari kecemasan investor terhadap arah kebijakan moneter Amerika Serikat dan bagaimana tensi geopolitik global akan memengaruhi prospek ekonomi ke depan,” ujarnya dengan nada prihatin.

Data perdagangan menunjukkan, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menjadi sasaran utama ‘obral’ asing dengan nilai net sell mencapai Rp 452,98 miliar, yang langsung menyeret sahamnya turun tajam sebesar 3,23% ke level Rp 4.790 per saham. Ironisnya, meskipun PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mencatatkan pembelian bersih asing tertinggi senilai Rp 116,34 miliar, saham bank raksasa ini tetap tergelincir 1,1% ke posisi Rp 8.975 per saham. Fenomena ini mengindikasikan sentimen pasar yang secara keseluruhan sedang dilanda ketidakpastian.

Sorotan utama penyebab kegelisahan pasar tertuju pada langkah Bank Sentral AS (The Fed) yang memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan. Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah peringatan The Fed mengenai meningkatnya risiko inflasi dan potensi lonjakan pengangguran di tengah ketidakpastian kebijakan tarif Presiden Donald Trump. Ketua The Fed Jerome Powell bahkan mengakui sulitnya memprediksi arah ekonomi AS saat ini, membuat pasar semakin gamang.

“Pernyataan The Fed yang penuh keraguan itu bagai petir di siang bolong bagi investor global, termasuk di Indonesia. Mereka khawatir ketidakjelasan kebijakan AS akan memicu gejolak ekonomi yang lebih besar,” jelas Mario.

Di sisi lain, data pertumbuhan ekonomi kuartal I-2025 dari negara-negara Asia Tenggara turut menambah tekanan pada IHSG. Meskipun ekonomi Indonesia masih tumbuh positif sebesar 4,87% (yoy), angka ini menjadi yang terlemah sejak kuartal III-2021. Capaian ini lantas memicu sejumlah ekonom untuk merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini, berkisar antara 4,5% hingga 5,05%, dengan menyoroti dampak negatif perang dagang dan tantangan struktural.

Menariknya, di tengah perlambatan ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia ternyata masih lebih unggul dibandingkan Malaysia, Singapura, dan Thailand, meskipun harus mengakui keunggulan Filipina. Posisi Indonesia yang berada di urutan kedua di antara negara ASEAN-5 memberikan secercah harapan akan fundamental ekonomi yang relatif kuat.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sendiri mencoba menenangkan pasar dengan menyatakan komitmen pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi melalui APBN. Namun, pertanyaan besarnya adalah, mampukah fundamental ekonomi Indonesia menahan gempuran sentimen negatif global yang semakin kuat?

“Pergerakan IHSG saat ini adalah alarm bagi kita semua. Pasar modal Indonesia sedang berada di persimpangan jalan, sangat rentan terhadap dinamika geopolitik dan perubahan lanskap ekonomi dunia. Investor harus lebih waspada dan cermat dalam mengambil keputusan investasi,” pungkas Mario, memberikan sinyal peringatan bagi para pelaku pasar. Ke depan, arah IHSG akan sangat bergantung pada perkembangan kebijakan global dan kemampuan pemerintah dalam menjaga daya tahan ekonomi dalam negeri.

Back to top button