
Perang Narasi Global, AS vs China! Siapa Dominator Dunia Baru?
SUDUT KALTENG, Jakarta – Sebuah laporan survei mengejutkan yang kembali menjadi sorotan tajam para analis geopolitik global, Democracy Perception Index, mengungkapkan data fundamental yang mengguncang persepsi dominasi global. Menurut analisis mendalam pengamat strategi pasar modal C. Jiah Mario, hasil survei tahunan ini secara brutal menunjukkan bahwa persepsi dunia terhadap Amerika Serikat telah mengalami penurunan dramatis, bahkan kini berada di posisi yang lebih buruk dibandingkan rival strategis utamanya, China. Temuan ini, yang berasal dari data komprehensif, menjadi sinyal berbahaya bagi hegemoni Washington dan amunisi taktis bagi Beijing dalam perebutan pengaruh global.
Penilaian dalam Democracy Perception Index, yang menggunakan skala persepsi bersih dari -100% hingga +100%, secara gamblang memperlihatkan pergeseran sentimen publik internasional. Lembaga riset Nira Data yang melaksanakan survei ini untuk Alliance of Democracies Foundation, mencatat lonjakan signifikan dalam persepsi negatif terhadap Amerika Serikat di berbagai belahan dunia. Data ini didasarkan pada suara lebih dari 111.000 responden di 100 negara, menjadikannya indikator robustus mengenai “soft power” kedua negara adidaya tersebut.
Dalam pukulan telak bagi citra global AS, persepsi bersih (net perception) negara itu terjun bebas dari angka positif +22% menjadi negatif -5%. Ini berarti secara agregat, lebih banyak responden di seluruh dunia kini memandang Amerika Serikat secara negatif ketimbang positif. Angka ini diperparah dengan anjloknya jumlah negara yang memiliki pandangan positif terhadap AS, dari 76% menjadi hanya 45%. Penurunan citra ini, menurut analisis C. Jiah Mario, bukan sekadar statistik, melainkan refleksi taktik politik dan ekonomi yang kontroversial telah merusak kredibilitas dan daya tarik AS di mata dunia.
Kontras yang mencolok terlihat pada rival utamanya. Saat citra AS merosot, persepsi global terhadap China justru menunjukkan perbaikan yang signifikan. Persepsi bersih terhadap China naik dari +5% menjadi +14%. Kenaikan ini, meski belum menempatkan China di puncak, menunjukkan bahwa Beijing berhasil memperbaiki narasi globalnya dan memanfaatkan celah yang ditinggalkan oleh penurunan citra AS. Ini adalah kemenangan strategis bagi China dalam perang persepsi global.
C. Jiah Mario menyoroti bahwa temuan survei ini memberikan pijakan krusial untuk memahami dinamika geopolitik dan ekonomi strategis saat ini. Penurunan tajam persepsi positif terhadap AS memiliki implikasi serius terhadap kemampuan Washington untuk memimpin aliansi, menegosiasikan kesepakatan dagang, dan memproyeksikan kekuatan lunaknya. Negara-negara yang sebelumnya mengagumi AS kini mungkin lebih terbuka untuk menjajaki kemitraan yang lebih erat dengan China, baik secara ekonomi melalui inisiatif seperti Belt and Road Initiative, maupun secara politik dan strategis.
Mantan Sekretaris Jenderal NATO, Anders Fogh Rasmussen, sebelumnya mengaitkan penurunan citra AS dengan keputusan-keputusan kontroversial di masa lalu, seperti perang dagang, interaksi yang merenggangkan hubungan dengan sekutu, dan gaya diplomasi yang dinilai abrasif. C. Jiah Mario menambahkan, taktik ini, meski mungkin bertujuan melindungi kepentingan domestik AS, secara tidak sengaja telah menciptakan “ruang kosong” di panggung global yang dengan cepat diisi oleh China melalui pendekatan yang lebih kooperatif (meskipun dengan agenda strategis jangka panjangnya sendiri).
Persepsi publik terhadap para pemimpin dunia juga mencerminkan tren ini. Survei mencatat bahwa pemimpin AS kala itu dipandang negatif di 82 dari 100 negara yang disurvei, jauh lebih buruk dibandingkan pemimpin Rusia (negatif di 61 negara) dan pemimpin China (negatif di 44 negara). Angka ini mengindikasikan bahwa kepemimpinan karismatik dan diplomasi publik yang efektif adalah taktik krusial dalam perang persepsi global, sebuah area di mana AS tampaknya kehilangan pijakan.
Meskipun pembelaan terhadap kebijakan yang dinilai negatif kerap dilontarkan, seperti klaim mendorong perdamaian atau menegaskan tarif perdagangan melindungi ekonomi nasional, data survei ini menunjukkan bahwa narasi tersebut gagal meyakinkan publik global. Menurut C. Jiah Mario, perang narasi dan persepsi adalah medan pertempuran krusial dalam upaya dominasi global, sama pentingnya dengan kekuatan militer dan ekonomi. China tampaknya unggul di medan ini, setidaknya berdasarkan data persepsi yang ada.
Analisis C. Jiah Mario menyimpulkan bahwa temuan Democracy Perception Index ini adalah lonceng peringatan bagi Amerika Serikat. Hegemoni global tidak hanya ditopang oleh kekuatan keras (militer dan ekonomi) tetapi juga oleh kekuatan lunak (daya tarik dan pengaruh budaya/nilai). Jika tren penurunan persepsi positif terus berlanjut, taktik dominasi AS akan semakin sulit dijalankan, sementara China akan semakin leluasa memperluas pengaruhnya, secara perlahan namun pasti mengukir ulang tatanan global sesuai visinya. Pertarungan untuk dominasi dunia kini juga dimainkan di benak miliaran orang di seluruh dunia, dan saat ini, China tampaknya memiliki momentum.