
SUDUT KALTENG, Jakarta – Momen Hari Lahir Pancasila 2025 di Gedung Pancasila Jakarta Pusat mendadak viral dan bikin heboh jagat politik! Bukan karena upacaranya semata, tapi gara-gara chemistry tak terduga antara Presiden terpilih Prabowo Subianto, Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka, dan ‘Madam’ Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri. Ketiganya kedapatan berada dalam satu frame yang sama, dan yang paling mencuri perhatian. Megawati terlihat mendampingi Prabowo jalan ke lapangan upacara, sementara Gibran justru ‘nguntit’ di belakang!
Adegan ini sontak jadi headline dan perbincangan panas. Bayangkan, ini adalah pertemuan face-to-face pertama Megawati dan Gibran di acara resmi setelah panasnya tensi Pilpres 2024. Wajar kalau publik bertanya-tanya, ada apa gerangan?
“Langka banget melihat keduanya bisa akur setelah diisukan ‘enggak baik-baik saja’ beberapa waktu terakhir,” ujar Hensat, founder Lembaga Survei Kedai KOPI, Senin (2/6/2025).
Menurut Hensat, penempatan posisi Megawati di depan Gibran bukanlah kebetulan. Ini adalah gestur ‘mahal’ yang sarat makna, sebuah penghormatan tingkat tinggi dari seorang Prabowo kepada pemimpin sebelumnya. “Bijaksana sekali Presiden Prabowo menempatkan Megawati untuk berdiri di depan Gibran. Ini menunjukkan sikap kenegarawanan dan penghormatan terhadap sejarah kepemimpinan bangsa,” tegas Hensat.
Jika kita bedah dari kacamata politik, posisi ini bisa diartikan sebagai upaya Prabowo untuk menempatkan Megawati pada posisi terhormat, seolah memposisikan beliau sebagai “sesepuh” yang dihormati. Sementara Gibran, yang berada di belakang, mungkin mengisyaratkan hierarki dalam konteks transisi kekuasaan, di mana sosok yang lebih senior diberikan prioritas dalam adegan publik yang penting ini. Ini adalah manuver politik yang cerdas dari Prabowo.
Lebih jauh lagi, Hensat melihat gestur ini bukan sekadar formalitas protokoler belaka, melainkan simbol politik yang kuat. Ini menunjukkan keinginan kuat Prabowo untuk merangkul semua pihak, termasuk mereka yang saat ini berada di luar pemerintahan, seperti Megawati.
“Posisi ini mencerminkan upaya Prabowo untuk merangkul semua elemen bangsa, termasuk tokoh-tokoh dari generasi sebelumnya. Ini adalah sinyal politik yang positif, menunjukkan bahwa pemerintahan baru ingin membangun harmoni dan kesinambungan,” imbuhnya.
Dalam konfigurasi politik dan kekuasaan pasca-Pilpres 2024, momen ini sangat krusial. Prabowo, dengan gestur ini, seolah mengirimkan pesan bahwa pintu dialog dan rekonsiliasi terbuka lebar. Ini adalah upaya nyata untuk meredam spekulasi ketegangan politik yang sempat memanas antara kubu Megawati (PDIP) dan Gibran pasca-Pilpres. Apakah ini awal dari era politik yang lebih damai dan inklusif di bawah kepemimpinan Prabowo?
Publik kini menanti, apakah “momen damai” di Hari Pancasila ini akan berlanjut dan membawa angin segar bagi stabilitas politik nasional. Atau jangan-jangan, ini hanya babak awal dari strategi grand design politik Prabowo yang lebih besar? Hanya waktu yang bisa menjawab!