
As-China Bawa Angin Segar Rupiah: Gelombang Penguatan Tak Terduga di Tengah Badai Ekonomi Global!
Jakarta – Kabar mengejutkan datang dari panggung geopolitik dunia! Harapan akan tercapainya kesepakatan antara dua raksasa ekonomi, Amerika Serikat dan China, sontak menerbangkan mata uang Garuda ke zona hijau. Analis terkemuka dari Doo Financial Futures, Lukman Leong, dengan lantang memprediksi bahwa rupiah akan kembali perkasa melawan dominasi dolar AS. Sentimen positif ini dipicu oleh sinyal kuat dari mantan Presiden AS Donald Trump pada Minggu (4/5) yang kembali membuka peluang pembicaraan damai terkait tarif perdagangan dengan Beijing.
“Rupiah diperkirakan akan kembali menguat terhadap dolar AS oleh harapan kesepakatan tarif antara China dan AS setelah Trump kembali menyinggung mengenai hal itu,” ujar Lukman di Jakarta, Senin (6/5). Pernyataan publik dari pihak China yang menyatakan kesediaan untuk berunding semakin memperkuat optimisme pasar. Langkah ini bagai oase di tengah gurun ketidakpastian ekonomi global yang belakangan ini didominasi oleh tensi perdagangan dan persaingan kekuasaan antar negara.
Lebih lanjut, Lukman menilai bahwa keputusan pemerintah AS untuk mencabut pembebasan bea masuk (duty-free) bagi impor barang bernilai kecil (de minimis) dari China dan Hong Kong yang diumumkan pada Jumat (2/5) tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap pergerakan rupiah. “Secara nilai, hanya sekitar 5 miliar dolar AS tahun lalu,” jelasnya, meredakan kekhawatiran pasar terkait potensi gejolak perdagangan baru. Kebijakan yang sebelumnya membebaskan bea masuk untuk barang impor di bawah 800 dolar AS ini dicabut dengan alasan memerangi masuknya obat-obatan terlarang dan menutup celah “penipuan” perdagangan.
Namun, di tengah angin segar dari фрон geopolitik, sentimen domestik memberikan sedikit rem bagi laju penguatan rupiah. Data Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang diproyeksikan mengalami kontraksi sebesar -0,89 persen pada kuartal I-2025 menjadi pengingat akan tantangan ekonomi internal yang masih membayangi. “Hal ini akan membatasi penguatan,” tegas Lukman.
Meskipun demikian, kombinasi antara harapan kesepakatan AS-China dan dampak terbatas dari kebijakan de minimis AS diperkirakan akan membawa rupiah bergerak dalam kisaran yang lebih kuat. Lukman memprediksi kurs rupiah akan berkisar antara Rp16.400 hingga Rp16.500 per dolar AS. Pada pembukaan perdagangan Senin pagi di Jakarta, rupiah telah menunjukkan sinyal positif dengan menguat 7 poin atau 0,04 persen ke level Rp16.431 per dolar AS.
Perkembangan ini menjadi sorotan utama di tengah lanskap ekonomi global yang dinamis. Potensi kesepakatan antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia bukan hanya akan memberikan stabilitas pada nilai tukar mata uang negara-negara berkembang seperti Indonesia, tetapi juga dapat meredakan ketegangan geopolitik yang selama ini membebani pertumbuhan ekonomi global. Pasar akan terus memantau perkembangan negosiasi AS-China dengan harapan terwujudnya зон perdagangan yang lebih kondusif dan saling menguntungkan.