NasionalEkonomi dan Bisnis

GEMPAR! BOM WAKTU FINANSIAL US SIAP MELEDAK: Fed “Bangkrut” US$192 Miliar, Utang Amerika MENCEKIK! Tapi Kenapa IHSG Malah Melaju Liar Menantang Dunia?

SUDUT KALTENG, JAKARTA – Saat krisis finansial diam-diam menggerogoti jantung ekonomi dunia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru melesat tak terbendung! Di tengah kabar mengejutkan kerugian fantastis Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) dan drama utang Negeri Paman Sam yang kian memanas, IHSG menutup pekan dengan raihan spektakuler, mencatatkan reli empat hari beruntun yang membuat mata investor melotot. Analis pasar saham, C. Jiah Mario, membongkar kaitan rumit antara guncangan geopolitik, pergeseran lanskap ekonomi global, dan strategi jitu bertahan di arena bursa saham yang penuh ketidakpastian ini.

Pada penutupan perdagangan Jumat, 16 Mei 2025, IHSG membukukan lonjakan dahsyat 66,36 poin atau 0,94%, memantapkan posisi di level 7.106,5. Kenaikan ini bagaikan oase di tengah padang gurun, kontras tajam dengan kondisi pasar saham regional Asia yang mayoritas tertekan. Hang Seng Hong Kong, Shanghai China, dan Straits Times Singapura kompak melemah, sementara Nikkei Jepang jalan di tempat. IHSG seolah memiliki imunitas khusus, “menolak” tunduk pada sentimen negatif global, memicu tanda tanya besar tentang kekuatan fundamental domestik ataukah sekadar anomali sementara?

Data perdagangan mencatat geliat luar biasa dengan 325 saham menguat, 291 terkoreksi, dan 193 stagnan. Total nilai transaksi menembus angka signifikan Rp 14,88 triliun, melibatkan 25,53 miliar saham dalam 1.311.845 kali transaksi. Dominasi penguatan terlihat jelas di berbagai sektor, dipimpin oleh Sektor Infrastruktur yang melejit 2,3%, disusul Barang Baku (1,4%), Energi (1,1%), Kesehatan (0,8%), dan Barang Konsumsi Primer (0,2%). Di sisi lain, beberapa sektor seperti Barang Konsumsi Non Primer (-0,5%), Properti (-0,4%), Teknologi (-0,2%), Keuangan (-0,1%), dan Transportasi (-0,1%) terpaksa menyerah pada tekanan jual.

Euforia terpancar dari deretan saham top gainers yang melambung gila, bahkan ada yang langsung menyentuh batas auto rejection atas (ARA). PT Wahana Interfood Nusantara Tbk (COCO) memimpin dengan kenaikan 34,7% ke Rp 97, diikuti PT Sumber Mineral Global Abadi Tbk (SMGA) melesat 20,2% ke Rp 83, dan PT Langgeng Makmur Industri Tbk (LMPI) melonjak 18,5% ke Rp 160. Saham PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) dan PT Wijaya Cahaya Timber Tbk (FWCT) juga tak kalah agresif, naik masing-masing 17,5% dan 13,9%. Namun, di balik pesta pora gainers, ada pula saham-saham yang terjun bebas menghantam batas auto rejection bawah (ARB), seperti PT Cipta Sarana Medika Tbk (DKHH) anjlok 14,4% dan PT Adiwarna Anugerah Abadi Tbk (NAIK) ambles 14,3%, mengingatkan bahwa volatilitas tetaplah raja.

C. Jiah Mario menyoroti pergerakan IHSG yang “bandel” ini tak bisa dilepaskan dari konteks global yang makin panas, terutama kondisi finansial Amerika Serikat yang berada di ujung tanduk. “Perhatikan ini, ini bukan berita kecil!” ujar C. Jiah Mario dengan nada serius. “The Federal Reserve, bank sentral negara adidaya itu, mengalami kerugian finansial berturut-turut pada tahun 2023 dan 2024 dengan total US$192 miliar. Ini adalah kejadian pertama sejak tahun 1915! Kerugian operasional mereka muncul karena beban bunga yang harus dibayar atas simpanan (reserve) dan reverse repo membengkak drastis akibat kenaikan suku bunga agresif untuk melawan inflasi. Pendapatan mereka dari surat utang pemerintah (UST) dan MBS tak lagi cukup menutupinya.”

Analisis Jiah Mario semakin dalam, menghubungkan kerugian The Fed dengan kebijakan pembelian aset besar-besaran (Quantitative Easing/QE) saat pandemi Covid-19, yang membengkakkan neraca mereka dari US$4 triliun menjadi hampir US$8,9 triliun. Saat inflasi meledak, The Fed terpaksa menaikkan suku bunga dari 0-0,25% menjadi 5,25-5,50%. Kenaikan bunga ini tak hanya menekan ekonomi, tapi juga menjatuhkan nilai pasar obligasi yang mereka pegang, menciptakan “kerugian di atas kertas” yang kini terwujud dalam laporan finansial.

“Kondisi ini diperparah oleh situasi utang publik Amerika Serikat yang mencapai US$30 triliun,” lanjut C. Jiah Mario, mengutip pandangan Ray Dalio, pendiri Bridgewater Association. “Ancaman inflasi jika mereka terus mencetak uang membuat AS harus menaikkan tarif atau melakukan penghematan brutal. Dan inilah yang paling mencengangkan: pada 9 Mei 2025 lalu, The Fed diam-diam membeli lagi US$20 miliar surat utang pemerintah AS! Kenapa? Karena lelang surat utang sebesar US$150 miliar oleh Departemen Keuangan AS hanya laku US$78 miliar. Ini sinyal bahaya! Pasar tidak tertarik menyerap utang AS sebesar yang mereka butuhkan!”

Menggali lebih jauh ke dalam sejarah finansial AS, C. Jiah Mario membongkar fakta unik dari Ray Dalio. “Ray Dalio mengingatkan kita pada tahun 1971, saat pemerintah AS meninggalkan standar emas, yang oleh sebagian orang dianggap sebagai bentuk ‘gagal bayar’ secara teknis atas komitmen dolar terhadap emas. Ray Dalio awalnya mengira pasar saham akan anjlok, tapi yang terjadi justru sebaliknya, pasar naik hampir 25%! Hal serupa terjadi di tahun 1933. Ini ‘bermain nalar’: dalam situasi krisis eksistensial mata uang atau utang, pasar saham bisa berperilaku di luar dugaan logis, mungkin mencari aset riil atau mengantisipasi langkah-langkah extraordinary pemerintah.”

Manuver The Fed membeli surat utang yang tak laku, upaya penghematan pemerintah AS, bahkan hingga kunjungan Presiden Trump ke Timur Tengah untuk “membujuk” negara kaya investasi di AS, semuanya mengindikasikan tekanan finansial yang nyata. “Lanskap ekonomi global sedang bergeser drastis. Kekuatan finansial negara adidaya tengah diuji, dan ini akan memiliki implikasi jangka panjang bagi pasar modal di seluruh dunia, termasuk IHSG,” tegas C. Jiah Mario.

Menghadapi turbulensi geopolitik dan perubahan fundamental ekonomi global seperti ini, C. Jiah Mario memberikan saran yang wajib dipegang teguh para investor: “Di tengah badai ketidakpastian akibat manuver kebijakan global yang tak terduga, pasar saham adalah medan perang, bukan emosi sesaat. Kunci menghadapi perubahan lanskap ekonomi dunia adalah memahami bahwa gejolak adalah keniscayaan, namun peluang selalu tersembunyi di baliknya. Jangan panik karena berita bombastis, tapi gunakan nalar untuk menganalisis apa yang sebenarnya terjadi di balik layar. Rekalibrasi portofolio Anda, fokus pada fundamental kuat, dan ingatlah, volatilitas adalah sahabat bagi investor yang bijak dan sabar, musuh bagi yang reaktif dan takut. Strategi bertahan terbaik bukanlah menghindari badai, melainkan belajar berlayar melaluinya dengan perhitungan matang.”

Reli IHSG di tengah badai global mungkin sinyal ketahanan domestik, atau bisa jadi jeda singkat sebelum merespons pukulan telak dari krisis finansial global yang kian nyata. Hanya waktu dan strategi yang tepat, seperti diungkap C. Jiah Mario, yang akan membuktikan siapa yang mampu bertahan dan meraup untung di era pasar modal yang penuh gejolak ini. Investor diimbau untuk terus mencermati dinamika global, karena bom waktu finansial yang terpasang di panggung dunia bisa meledak kapan saja, mengubah peta investasi secara radikal.

Disclaimer: Analisis ini bersifat informatif dan bukan merupakan saran investasi. Investor disarankan untuk melakukan riset dan analisis mendalam sebelum mengambil keputusan investasi.

Back to top button