Polda Jatim Tetapkan 13 Pesilat Tersangka Kasus Pengeroyokan Polisi di Jember
Surabaya – Polda Jawa Timur menetapkan 13 anggota Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) sebagai tersangka dalam kasus pengeroyokan terhadap anggota Polri, Aipda Parmanto. Penetapan ini dilakukan setelah pemeriksaan terhadap 22 orang yang terlibat dalam insiden tersebut.
Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol. Imam Sugianto, mengungkapkan bahwa dari 22 orang yang diperiksa, 13 di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka. Di antara mereka, KNH dikenai peran sebagai provokator, sementara 10 orang lainnya terlibat dalam pengeroyokan dan penganiayaan.
Selain itu, dua orang pelaku yang masih di bawah umur akan menjalani proses sesuai dengan undang-undang perlindungan anak.
“Kedua pelaku dibawah umur tersebut akan dipanggil orang tuanya untuk diberikan pembinaan,” ujar Kapolda Jawa Timur Irjen Pol. Imam Sugianto, Kamis (25/7/2024).
Dalam konferensi pers yang dihadiri oleh Pangdam V Brawijaya Mayjen TNI Rafael Granada Baay, perwakilan dari PJ Gubernur Jatim, serta Ketua PSHT Pusat, Kapolda Jatim menjelaskan pasal-pasal yang diterapkan termasuk Pasal 160, Pasal 170, Pasal 212, Pasal 213, dan Pasal 216 KUHP.
Dia juga menegaskan pentingnya pembenahan internal di dalam organisasi perguruan silat untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.
“Memperbaiki manajemen supaya kejadian-kejadian ini tidak terulang, sekaligus mudah-mudahan PSHT menjadi perguruan pencak silat yang dicintai oleh masyarakat, jangan makin dibenci oleh masyarakat,” tuturnya.
Kapolda Jatim juga menginstruksikan pembekuan sementara terhadap kegiatan PSHT di Jember hingga proses hukum terhadap para pelaku selesai. Hal ini untuk menjaga stabilitas keamanan dan mencegah potensi konflik lebih lanjut.
“Untuk sementara kegiatan PSHT yang ada di Jember kita bekukan, sampai proses hukum terhadap pelaku penganiayaan ini kita tuntaskan,” tegasnya.
Di sisi lain, Ketua Umum PSHT Pusat, R. Moerdjoko, menegaskan bahwa organisasi tidak akan memberikan perlindungan hukum kepada anggota yang melanggar hukum. Dia menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada pihak kepolisian, menegaskan komitmen PSHT untuk mematuhi ketentuan hukum yang berlaku.
“Kalo memang anggota kami, yang bersangkutan ini dalam tindakannya melanggar aturan yang ada di SH teratai atau melanggar AD/ART dan sebagainya, ya tentunya kami tidak akan memberikan pendampingan hukum,” ungkapnya.
“Kami serahkan semuanya kepada pihak kepolisian untuk proses hukumnya,”jelasnya.
Kapolres Jember AKBP Bayu Pratama Gubunagi mengatakan pengeroyokan ini bermula saat pihaknya melakukan pengamanan dan patroli saat kegiatan Suroan Agung di Kecamatan Kaliwates, Minggu malam Hingga Senin dinihari.
“Kronologinya adalah semalam memang merupakan puncak dari perayaan Suro Agung dari perguruan silat PSHT. Dan kami sudah melakukan upaya-upaya pengamanan baik secara patroli kemudian pengawalan terhadap para peserta kegiatan,” kata Bayu, dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (23/7/2024).
Bayu menyebut dia sebenarnya sudah mengimbau para ketua ranting PSHT agar meminta anggota tak melakukan konvoi saat Suroan Agung. Namun, ternyata para pesilat tak mengindahkan perkataannya itu.
“Namun demikian yang terjadi adalah masih banyaknya konvoi yang dilakukan. Ini sudah kami imbau melalui para ketua ranting maupun ketua cabang untuk tidak melakukan konvoi tetapi nyatanya di lapangan masih terjadi,” ujarnya.
Akhirnya Bayu pun mengerahkan anggotanya untuk melakukan pengamanan di sejumlah titik saat kegiatan Suroan Agung.
“Kami telah membagi floating personil dari kegiatan yang utama yaitu di padepokan PSHT, kemudian di simpul-simpul jalan kami juga sebar personel, berdasarkan maping kerawanan wilayah,” ucapnya.
Namun, di tengah pengamanan sekelompok pesilat yang melakukan konvoi tiba-tiba memblokade pertigaan Jalan Raya Hayam Wuruk, Kecamatan Kaliwates, Pukul 01.00 WIB, Senin (22/7/2024).
“Kelompok massa yang melakukan konvoi ini memblokade jalan simpang tiga di depan Transmart. Nah ini kami melakukan penghalauan blokade untuk memerintahkan tidak menutup jalan tetapi malah dilakukan penganiayaan,” ucap dia.
Akibatnya, salah satu polisi yang bertugas, yakni Aipda Parmanto mengalami luka parah pada bagian wajah dan retak hidung harus mendapat perawatan di Rumah Sakit Kaliwates.
“Kondisi anggota kami dalam keadaan baik sudah stabil sadar dan sehat. Hasil CT scan menujukkan kondisi yang bagus tidak perlu ada tindakan operasi sebagiannya. Walaupun bagian wajah ada lebam sekitar mata dan fraktur di bagian hidung,” kata dia.
Usai kejadian itu, polisi pun menangkap 22 pesilat PSHT yang diduga terlibat pengeroyokan. Dua orang diserahkan oleh pengurus PSHT. 20 lainnya ditangkap paksa di rumah masing-masing. Dari jumlah itu tiga di antaranya ternyata masih berusia di bawah umur.
“Kami sangat menyanyangkan anak-anak kita terlibay peristiwa tindak pidana ini,” tuturnya.
Berdasarkan hasil keterangan sementara, pengeroyokan ini dipicu salah paham. Para pesilat mengira polisi menangkap petugas Pengamanan Terate (Pamter).
“Motifnya adalah kesalahpahaman di lapangan dimana anggota Pamter yang melakukan pengamanan bersama dengan anggota Polri itu mengamankan diri ke mobil dinas polsek. Tapi massa mengira Pamter itu diamankan oleh Polisi. Sehingga polisi jadi sasaran amuk atau pengeroyokan,” ucapnya.
“Pelaku yang kami amankan menyatakan semua pakai tangan kosong. Namun di TKP kami menemukan ada batu, bambu, ini masih kami pastikan. Apakah batu atau bambu di sekitar TKP ada noda atau tetesan darah digunakan oleh para pelaku, atau darah yang tercecer dari korban mengenai benda-benda itu. Masih kami dalami,” pungkasnya.(*)