Umum

Rp1.200 Triliun Menguap Akibat Candu Judi Online, Ungkap Mentalitas ‘Aneh’ Masyarakat Indonesia

Jakarta – Sebuah fenomena yang sungguh mencengangkan dan membuat geleng-geleng kepala terungkap! Alih-alih memanfaatkan peluang emas di pasar modal yang jelas-jelas legal dan berpotensi menguntungkan, sebagian besar masyarakat Indonesia justru lebih gandrung dengan aktivitas haram yang menggerogoti dompet.

Judi online! Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) baru saja merilis data yang bikin jantung berdebar kencang, perputaran uang di kancah “haram jadah” ini telah meledak hingga mencapai Rp1.200 triliun di tahun 2025! Angka ini meroket sebesar 22,32% dibandingkan tahun sebelumnya yang “hanya” menyentuh Rp981 triliun.

“Perilaku sebagian warga Indonesia memang di luar nalar. Bagaimana tidak, masyarakat Indonesia lebih suka berjudi online dibandingkan berinvestasi di instrumen investasi yang sudah resmi seperti saham,” ujar C. Jiah Mario, seorang narasumber berita yang dikenal dengan analisisnya yang tajam dan blak-blakan. Pernyataan pedas ini seolah menjadi tamparan keras bagi logika ekonomi sehat.

Lebih ironis lagi, gurita transaksi judi online ini bahkan melampaui transaksi saham domestik yang “hanya” mencapai Rp1.100 triliun hingga akhir April 2025! Padahal, geliat investor di pasar modal terus menunjukkan tren positif. Data dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat, hingga Maret 2025, jumlah investor ritel telah mencapai 15.774.512 jiwa, melonjak 1,77% dari bulan sebelumnya. Mayoritas investor ini (99,71%) memang didominasi oleh investor individu, sebuah fakta yang sayangnya paralel dengan profil para penjudi online.

Kondisi ini jelas menjadi alarm bahaya bagi perekonomian Indonesia. Alih-alih dana masyarakat produktif mengalir ke instrumen investasi yang dapat menstimulasi pertumbuhan ekonomi, justru triliunan rupiah “menguap” begitu saja di platform-platform judi online ilegal. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan adanya misalokasi sumber daya yang masif. Mentalitas “ingin kaya instan” dan kurangnya literasi keuangan diduga kuat menjadi biang keladinya.

Analisis lebih dalam menunjukkan bahwa fenomena ini bisa jadi merupakan cerminan dari kondisi ekonomi sebagian masyarakat yang tertekan. Di tengah himpitan biaya hidup dan ketidakpastian ekonomi, sebagian orang mungkin mencari “jalan pintas” untuk mendapatkan uang, meskipun risikonya sangat tinggi dan jelas melanggar hukum.

Selain itu, kurangnya pemahaman mengenai potensi keuntungan jangka panjang dari investasi yang benar juga turut memperparah situasi ini. Pemerintah dan otoritas terkait perlu mengambil tindakan tegas dan terstruktur untuk memberantas praktik judi online sekaligus meningkatkan literasi keuangan masyarakat agar kejadian “uang kaget” yang berujung petaka ini tidak terus berulang. (SK-1)

Back to top button