NasionalEkonomi dan Bisnis

Strategi Pangan Global China Mengejutkan: Beijing ‘Taklukkan’ Amerika Selatan Lewat Mega Infrastruktur, Ini Taktik Brilliance Lawan AS!

SUDUT KALTENG, Jakarta- Di tengah membara ketegangan geopolitik global, China melancarkan manuver strategis di jantung Amerika Selatan yang patut dicermati dunia. Beijing kini menginvestasikan dana triliunan rupiah untuk membangun megaproyek infrastruktur pelabuhan dan jalur kereta api di Brasil dan Peru. Langkah ambisius ini, menurut analis strategi pasar saham C. Jiah Mario, bukan sekadar investasi biasa, melainkan taktik brilian untuk mengamankan pasokan pangan jangka panjang China dan secara tak langsung menancapkan pengaruh kuat di kawasan yang selama ini dekat dengan Amerika Serikat.

Jiah Mario menjelaskan, dorongan utama di balik gelombang investasi ini adalah kombinasi kebutuhan domestik mendesak dan kalkulasi strategis geopolitik yang cermat. Keterbatasan lahan subur dan sumber daya air di China kontinental memaksa Beijing mencari sumber pangan stabil di luar negeri. Bersamaan itu, eskalasi friksi dagang dengan Washington, yang seringkali menjadikan produk pertanian sebagai alat tawar, membuat China kian bertekad untuk mendiversifikasi dan bahkan mengontrol penuh rantai pasokan pangan vitalnya, lepas dari potensi tekanan AS. Ini adalah perwujudan nyata dari strategi “keamanan pangan adalah keamanan nasional” yang dicanangkan Beijing.

Taktik China ini terwujud nyata di Pelabuhan Santos, Brasil, yang merupakan gerbang utama ekspor komoditas pertanian raksasa ke China seperti kedelai, jagung, dan gula. Di sana, perusahaan milik negara China, Cofco, tidak main-main; mereka tengah menggarap terminal ekspor terbesar miliknya di luar negeri. Proyek ini dirancang untuk melipatgandakan kapasitas pengiriman tahunan dari 4,5 juta menjadi 14 juta ton, ditargetkan beroperasi penuh tahun depan. Ini bukan satu-satunya; sejak 2017, China Merchants Port Holdings telah menguasai 90% operator Pelabuhan Paranagua di Brasil selatan, menunjukkan pola akuisisi aset strategis di simpul-simpul logistik kunci.

Tak hanya di Brasil, manuver serupa juga dilakukan di Peru. Di sana, Cosco Shipping sedang merampungkan megaproyek pelabuhan laut dalam senilai US$3,5 miliar. Proyek ini bukan sekadar fasilitas bongkar muat, melainkan simpul vital yang dirancang untuk secara dramatis mempercepat arus perdagangan antara Asia dan Amerika Selatan, memperkuat posisi China sebagai mitra dagang utama dan pusat logistik di Pasifik Selatan, sebuah area yang secara historis didominasi oleh pengaruh AS.

Investasi masif ini disambut baik oleh pemerintah Brasil, setidaknya di permukaan, mengingat kebutuhan mendesak negara itu akan perbaikan infrastruktur. Menteri Transportasi Brasil, Renan Filho, dalam pernyataan yang dikutip sebelumnya oleh media internasional, menegaskan pentingnya investasi asing. “Kami membutuhkan lebih banyak infrastruktur,” ujarnya. Namun, menurut Jiah Mario, sambutan hangat ini juga perlu dilihat dalam konteks bagaimana negara-negara tuan rumah menyeimbangkan kebutuhan pembangunan ekonomi dengan potensi risiko ketergantungan finansial dan pergeseran pengaruh geopolitik jangka panjang yang dibawa oleh investasi China.

Jiah Mario menyoroti, ketegangan dagang yang kian meruncing antara Washington dan Beijing telah bertindak sebagai katalisator utama bagi strategi ini, mempercepat realisasinya di lapangan. Pejabat Tiongkok bahkan secara eksplisit menyatakan kesiapan untuk meninggalkan impor hasil pertanian dari AS tanpa mengorbankan target pertumbuhan ekonomi mereka yang ambisius. Analisis data terbaru dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), Washington, menunjukkan pergeseran dramatis yang memvalidasi taktik Beijing: antara 2017-2024, impor kedelai China dari Brasil melonjak 35% menjadi 73 juta ton, sementara dari AS menurun 14% menjadi 27 juta ton. Kini, Brasil mendominasi sekitar 70% impor kedelai China, dengan sepertiganya mengalir melalui Santos. Ini adalah bukti nyata efektivitas taktik diversifikasi pasokan Beijing di tengah perang dagang.

Namun, di balik potensi besar yang ditawarkan Brasil, ada tantangan logistik serius yang harus diatasi dan bisa menjadi ganjalan bagi strategi China. Pelabuhan Santos sendiri, meskipun vital, kini beroperasi di ambang batas kapasitasnya. Tahun lalu, pelabuhan ini menangani 180 juta ton kargo, di mana 60% adalah produk pertanian. Infrastruktur darat Brasil yang masih sangat bergantung pada jalur truk menciptakan kemacetan parah, dilaporkan hingga 30 kilometer, menghambat kelancaran rantai pasokan yang ingin diamankan China melalui investasi pelabuhan.

Lebih jauh lagi, kapasitas produksi pertanian Brasil sendiri memiliki kendala fundamental yang tidak bisa diabaikan. Iklim tropis memang memungkinkan panen hingga tiga kali setahun, memberikan keunggulan kompetitif yang luar biasa. Namun, tanah liat negara itu yang miskin mineral sangat membutuhkan pupuk dalam jumlah besar, di mana 85% pasokannya harus diimpor, terutama dari Rusia. Invasi Rusia ke Ukraina telah secara drastis mengganggu pasar pupuk global, membuatnya langka dan mahal, memberikan tekanan pada petani Brasil untuk meningkatkan produksi guna memenuhi lonjakan permintaan China.

Plinio Nastari, Kepala Lembaga Riset Pertanian Datagro, mengingatkan dalam konteks ini, “Brasil memang berpotensi, tapi bukan berarti bisa serta-merta memenuhi kebutuhan China. Ada banyak tantangan.” Menurut analisis mendalam Jiah Mario, tantangan-tantangan internal Brasil ini menunjukkan bahwa sementara strategi Beijing untuk mengamankan pangan melalui infrastruktur di Amerika Selatan sangat agresif dan cerdas secara taktik dalam konteks geopolitik global, keberhasilannya masih bergantung pada kemampuan Brasil mengatasi hambatan logistik dan produksi internal yang kronis. Dinamika kompleks ini menjadikan Amerika Selatan kini arena baru perebutan pengaruh strategis global, di mana pangan menjadi senjata tak terlihat dan infrastruktur adalah kunci untuk menancapkan dominasi.

Back to top button