
IHSG Bergelombang di Tengah Badai Geopolitik, Indonesia Ungguli Tetangga ASEAN!
Jakarta – Bursa Efek Indonesia (BEI) hari ini (9/5/2025) menyajikan drama menarik di tengah pusaran isu geopolitik global dan perubahan lanskap ekonomi dunia. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup sesi pertama perdagangan dengan penguatan tipis sebesar 0,25% atau bertambah 17,219 poin ke level 6.844,969. Pergerakan indeks terpantau fluktuatif, bergerak antara level terendah 6.827 dan level tertinggi 6.882 setelah pembukaan di angka 6.827.
Dominasi investor terlihat pada jumlah saham yang menguat, mencapai 251 emiten, berbanding 321 saham yang terkoreksi, sementara sisanya stagnan. Tiga raksasa bursa, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), mendominasi nilai transaksi perdagangan.
Secara sektoral, mayoritas indeks sektoral mencatatkan kinerja positif. Sektor energi (IDXENERGY) memimpin dengan kenaikan 0,49%, diikuti sektor barang baku (IDXBASIC) sebesar 0,37%, dan sektor kesehatan (IDXHEALTH) sebesar 0,48%. Sementara itu, tekanan jual terasa pada sektor perindustrian (IDXINDUST) yang terkoreksi 0,47% dan sektor transportasi (IDXTRANS) yang turun 0,42%.
Indeks-indeks unggulan lainnya juga menunjukkan tren positif. Indeks LQ45 naik 0,34% ke level 766,354, begitu pula dengan Jakarta Islamic Index (JII) yang menguat 0,34% ke level yang sama. Indeks IDX30 dan MNC36 juga mencatatkan kenaikan masing-masing sebesar 0,41% dan 0,42%.
Menyikapi dinamika pasar saham saat ini, C. Jiah Mario, seorang analis pasar modal, menyatakan, “Pergerakan IHSG hari ini mencerminkan sentimen pasar yang berhati-hati namun tetap optimistis. Meskipun ada tekanan dari ketidakpastian global, fundamental ekonomi domestik yang relatif kuat masih menjadi penopang utama.” Lebih lanjut, Mario menyoroti bahwa investor saat ini mencermati dengan seksama perkembangan geopolitik dan dampaknya terhadap arus modal dan kinerja emiten.
Di tengah sorotan terhadap kinerja pasar modal, rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal I-2025 dari sejumlah negara Asia Tenggara menjadi perhatian utama. Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya mengumumkan bahwa ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 4,87% secara tahunan (yoy). Meskipun masih positif, angka ini menjadi pertumbuhan terlemah sejak kuartal III-2021.
Capaian ini memicu sejumlah ekonom untuk merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2025. Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat ke kisaran 4,5–5% akibat meningkatnya ketidakpastian perang dagang. Senada, Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun ini hanya akan berada di kisaran 4,95-5,05%, menyoroti tantangan struktural baik dari dalam maupun luar negeri. Kepala Ekonom BCA, David Sumual, juga mengungkapkan keraguannya terhadap target pertumbuhan 5,2%, menekankan perlunya percepatan belanja pemerintah di tengah tensi perang tarif.
Lantas, bagaimana posisi Indonesia dibandingkan negara tetangga di ASEAN? Meskipun mencatatkan perlambatan, pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I-2025 ternyata masih lebih unggul dibandingkan Malaysia (proyeksi 4,4%), Singapura (proyeksi 3,8%), dan Thailand (proyeksi 3,4%). Namun, Indonesia harus mengakui keunggulan Filipina yang mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4%. Dengan demikian, Indonesia menempati posisi kedua di antara negara ASEAN-5.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam keterangan persnya menyatakan optimisme pemerintah akan terus menjaga stabilitas ekonomi melalui optimalisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Pemerintah berkomitmen untuk memastikan APBN bekerja optimal dalam melindungi masyarakat dan menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di tengah dinamika global,” tegasnya.
Pergerakan IHSG dan perbandingan pertumbuhan ekonomi dengan negara tetangga menunjukkan bahwa pasar modal Indonesia saat ini berada dalam pusaran pengaruh geopolitik dan perubahan lanskap ekonomi global. Meskipun demikian, fundamental ekonomi yang relatif solid memberikan harapan akan ketahanan pasar di tengah ketidakpastian. Investor akan terus mencermati perkembangan global dan kebijakan pemerintah untuk memetakan arah investasi ke depan.