
Jakarta – Gelombang kontroversi kembali mengguncang dunia maya dan penegakan hukum di Indonesia. Seorang mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB) berinisial SSS, kini menjadi tersangka setelah diduga mengunggah meme kontroversial yang menampilkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden Prabowo Subianto dalam pose yang dianggap melanggar kesusilaan. Penangkapan ini sontak memicu badai kritik dari berbagai pihak, termasuk lembaga HAM internasional dan organisasi bantuan hukum. Â
SSS, mahasiswi Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB, ditangkap oleh Bareskrim Polri atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Kabar penangkapan ini pertama kali beredar luas di media sosial X, dengan disertai tangkapan layar meme yang dimaksud. Meme tersebut menampilkan Jokowi dan Prabowo dalam pose yang diinterpretasikan sebagai ‘berciuman’, memicu reaksi keras dari sejumlah pihak.
Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, membenarkan penangkapan SSS. “Membenarkan bahwa seorang perempuan berinisial SSS telah ditangkap dan diproses,” ujarnya, namun enggan memberikan detail lebih lanjut terkait kronologi penangkapan dan identitas lengkap tersangka.
Penangkapan ini langsung menuai kecaman keras. Amnesty International Indonesia dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung mengecam tindakan aparat kepolisian, menilai penangkapan tersebut sebagai bentuk represi terhadap kebebasan berekspresi di ruang digital. Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyebut penangkapan ini sebagai praktik otoriter yang menggunakan argumen kesusilaan untuk membungkam kritik. “Ekspresi damai seberapa pun ofensif, baik melalui seni, termasuk satire dan meme politik, bukanlah merupakan tindak pidana,” tegas Usman.
LBH Bandung juga mengkritik penggunaan UU ITE dalam kasus ini, menyebutnya sebagai ‘pasal karet’ yang sering digunakan untuk menjerat pengkritik pemerintah. Kepala Divisi Advokasi dan Jaringan LBH Bandung, M Rafi Saiful, menyatakan bahwa tindakan SSS di media sosial merupakan bagian dari ekspresi dan kritik terhadap pemerintah. “Kalau kita lihat kesusilaan, dimana kesusilaannya kan? Sebetulnya ini kalau kita bicara dalam konteks UU ITE itu dia pasal karet dan sering menjerat teman-teman aktivis ataupun siapapun yang berani mengkritik,” ujarnya.
Pihak ITB sendiri telah mengonfirmasi bahwa orang tua SSS telah datang ke kampus untuk menyampaikan permintaan maaf. “Pihak orang tua dari mahasiswi sudah datang ke ITB (Jumat, 9 Mei 2025), dan menyatakan permintaan maaf,” ujar Direktur Komunikasi & Humas ITB, Nurlaela Arief. ITB juga menyatakan telah berkoordinasi intensif dengan berbagai pihak terkait kasus ini, termasuk Ikatan Orang Tua Mahasiswa (IOM), dan akan memberikan pendampingan bagi mahasiswi tersebut.
Kasus ini kembali memicu perdebatan sengit mengenai batasan kebebasan berekspresi di era digital, serta penggunaan UU ITE yang dinilai kontroversial. Publik kini menanti perkembangan lebih lanjut dari kasus ini, dengan harapan agar penegakan hukum dilakukan secara adil dan proporsional, serta tidak mengorbankan hak-hak dasar warga negara.