Hukrim

Polri Bongkar Kasus TPPO WNI ke Malaysia, 2 Tersangka Ditangkap

Jakarta – Polri kembali membongkar kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus menawarkan WNI bekerja sebagai kuli bangunan di Malaysia.

Korban TPPO berinisial FBK diajak bekerja oleh dua tersangka WNI berinisial IJ dan MR dengan iming-iming upah 1.000 Ringgit Malaysia (RM) per bulan.

“Korban FBK direkrut oleh tersangka IJ dan MR yang sudah bekerja di Malaysia sejak tahun 1997 dengan dijanjikan bekerja sebagai kuli bangunan dengan gaji 1.000 RM per bulan,” kata Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, Dirtipidum Bareskrim Polri, Sabtu (23/12/23).

Dirtipidum mengatakan korban FBK tergiur tawaran pekerjaan dan berangkat ke Malaysia bersama tiga WNI lainnya berinisial EPL, MAS, dan WA pada Maret 2023.

“Korban FBK bersama korban EPL, MAS dan WA berangkat ke Malaysia dan bertemu tersangka MR di Malaysia, dan kemudian disalurkan bekerja kepada majikan,” jelasnya. 

Korban FBK hanya mendapat upah 250 ringgit Malaysia setelah sebulan bekerja karena upah yang diterimanya dipotong oleh tersangka MR.

“Ternyata gaji yang diterima oleh para korban dipotong 750 RM oleh tersangka MR. Kemudian para korban mengadukan ke KBRI Kuala Lumpur,” tambahnya.

Berdasarkan aduan korban, KBRI berkoordinasi dengan Polri karena mengendus adanya unsur perdagangan orang. Para korban pun lalu dipulangkan ke Tanah Air.

“KBRI Kuala Lumpur kemudian berkoordinasi dengan penyidik Dittipidum Bareskrim, dan para korban dipulangkan ke Indonesia,” ucapnya.

Tim gabungan Bareskrim Polri dan Polda Jateng menangkap dan menahan tersangka IJ dan MR. Namun, tiga hari kemudian, para korban mengajukan permohonan pencabutan laporan polisi dengan alasan telah berdamai dengan kedua tersangka.

“Korban FBK mengajukan surat permohonan pencabutan laporan polisi, dengan alasan bahwa diantara korban dan tersangka telah terjadi perdamaian, dan keluarga tersangka mengajukan surat permohonan Restorative Justice kepada penyidik Polda Jawa Tengah,” jelasnya.

Dirtipidum menegaskan bahwa TPPO tidak bisa diselesaikan secara restoratif justice karena merupakan kejahatan transnasional dan kejahatan kemanusiaan. Penanganan kasus dilimpahkan ke Bareskrim Polri.

“TPPO merupakan kejahatan transnasional dan kejahatan terhadap kemanusiaan, serta merupakan salah satu perkara pidana yang tidak dapat diselesaikan melalui proses restorative justice,” tegasnya.

Kemudian, perkara tersebut dilimpahkan penanganannya ke penyidik Dittipidum Bareskrim Polri. Perkara ini masih dalam tahap penyidikan. Penyidik masih melakukan pemanggilan terhadap para korban dan saksi-saksi untuk memperkuat alat bukti.

Kedua tersangka dijerat Pasal 4 UU TPPO dan atau Pasal 81 Jo Pasal 69 Jo Pasal 83 UU PPMI Jo Pasal 55 KUHP. Ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan minimal 3 tahun penjara.(*)

Back to top button